Pentingnya Ketrampilan Dokter Gigi Dalam Melakukan Kalibrasi Pemeriksaan Gigi Dan Mulut Untuk Menilai Perkembangan Status Kesehatan Masyarakat Indonesia
PENTINGNYA KETRAMPILAN DOKTER GIGI DALAM MELAKUKAN KALIBRASI PEMERIKSAAN GIGI DAN MULUT UNTUK MENILAI PERKEMBANGAN
STATUS KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA
(disusun oleh Ati Dwi K)
Bagan 1 ANTARA/Yusran Uccang (mediaindonesia.com)
Riset Kesehatan Gigi dan Mulut
“Perilaku menyikat gigi pernah cek ke dokter atau tidak. Kesehatan gizinya dilihat,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar PDGI, Hananto Seno. Hananto menjelaskan kerusakan gigi bisa berkolerasi dengan penyakit tidak katastropik. Kerusakan di rongga gigi bisa berdampak pada penyakit-penyakit serius, seperti gangguan ginjal, jantung, bahkan stroke. Dia menyebut masalah kerusakan gigi pada orang Indonesia cukup tinggi. Menurut standar Internasional, kerusakan pada gigi sebanyak 2,5 per orang, sedangkan orang Indonesia rerata terdapat 4-5 gigi yang rusak (http://mediaindonesia.com/, diunduh Mei 2018).
Data mengenai riset kesehatan gigi dan mulut harus terus diperbaharui untuk mengetahui derajat kesehatan manusia. Penggabungan pemeriksaan klinis kedokteran gigi dalam pelaksanaan survei Riset Kesehatan Dasar 2018 merupakan hal strategis yang perlu didukung penuh oleh semua stakeholder kesehatan gigi dan mulut. Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ini akan memperkaya hasil data survei Riset Kesehatan Dasar 2018 untuk kebutuhan pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. Selain itu kegiatan ini juga mendukung program Kementerian Kesehatan dalam mewujudkan Indonesia bebas karies 2030 (https://id.scribd.com/document/368736257/SAP-Peran-Stakeholder-Dalam-Riskesdas-2018), diunduh Mei 2018).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) merupakan penelitian bidang kesehatan berbasis komunitas yang hasilnya dapat menggambarkan status kesehatan di tingkat kabupaten/kota yang diadakan Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Periode pelaksanaan Riskesdas setiap 5 tahun dimulai 2007/2008, 2013, dan selanjutnya 2018.
Data kesehatan yang dikumpulkan pada 34 provinsi di Indonesia meliputi penyakit menular, penyakit tidak menular, cedera, disabilitas, kesehatan gigi-mulut, kesehatan jiwa, kesehatan ibu, kesehatan remaja putri, kesehatan anak, tumbuh kembang anak, perilaku hidup bersih, pengetahuan HIV, kesehatan lingkungan, jaminan pemeliharaan kesehatan, akses pelayanan kesehatan, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional. Data Riskesdas diperlukan untuk memberikan informasi pencapaian hasil pembangunan kesehatan yang telah dilakukan, menilai perkembangan status kesehatan masyarakat, faktor risiko, dan perkembangan upaya pembangunan kesehatan, sehingga dapat mendukung penyusunan kebijakan serta program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek berharap adanya Riskesdas 2018 dapat menilai derajat kesehatan masyarakat, yaitu penilaian perubahan capaian indikator derajat kesehatan, penilaian perubahan besaran faktor risiko terhadap derajat kesehatan, dan penilaian perubahan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Menkes menegaskan bahwa pelaksanaan Riskesdas 2018 merupakan momentum yang tepat untuk memotret kondisi pembangunan kesehatan Indonesia.
Menkes juga berpesan bahwa peran dari Kepala Daerah, para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinkes Kab/Kota sangat penting dan menentukan keberhasilan Riskesdas 2018. Menkes meminta daerah untuk mengawal pelaksanaan riset ini dengan menjaga kualitas data di lapangan, mulai dari perekrutan tenaga lapangan hingga penggerakan masyarakat, terutama di wilayah yang telah ditetapkan menjadi sampel.
Riskesdas 2018 rencananya akan dilakukan pada April-Mei 2018. Desain penelitian yang digunakan potong lintang (cross sectional) dengan kerangka sampel blok sensus dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2018 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Populasi ialah rumah tangga di Indonesia di seluruh provinsi dan kabupaten/kota (34 Provinsi, 416 kabupatendan 98 kota). Jumlah sampel yang dibutuhkan 300 ribu rumah tangga yang diperoleh dari 30 ribu blok survei (setiap blok survey terdiri atas 10 rumah tangga).
Adapun metode pengumpulan data Riskesdas 2018 dilakukan melalui metode wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan. Kegiatan yang dilakukan yaitu: a) wawancara indikator kesehatan masyarakat kepada semua angggota keluarga yang terpilih (sampel); b) pemeriksaan biomedis; dan c) pemeriksaan gigi oleh dokter gigi (bekerjasama dengan Persatuan Dokter Gigi Indonesia/PDGI).
Indikator Riskesdas 2018 berbasis komunitas dengan unit analisis RumahTangga/ Anggota Rumah Tangga yang merupakan indikator prioritas (SPM, RPJMN, Renstra, IPKM, PIS-PK, Germas dan program). Indikator Riskesdas 2018, mencakup: a) Pelayanan Kesehatan meliputi akses pelayanan kesehatan, JKN, pengobatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional; b) Perilaku Kesehatan meliputi merokok, aktivitas fisik, minuman beralkohol, konsumsi makanan, pencegahan penyakit tular nyamuk, penggunaan helm; c) Lingkungan meliputi penyediaan dan penggunaan air, penggunaan jamban, pembuangan sampah, pembuangan limbah, rumah sehat, penggunaan bahan bakar; d) Biomedis meliputi pemeriksaan malaria, HB, glukosa darah, kolesterol, trigleliserida, antibody (PD3I); serta e) Status kesehatan meliputi penyakit menular, penyakit tidak menular, gangguan jiwa-depresi-emosi, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan ibu-bayi-balita dan anak remaja, status gizi, cedera dan disabilitas. (Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemenkes RI, http://www.depkes.go.id/, diunduh Mei 2018)
Pelatihan
Untuk mencapai hasil Riskesdas yang optimal menurut Badan Litbangkes, maka diperlukan Penanggung Jawab Teknis (PJT) Kabupaten/Kota yang berkompeten sebagai ujung tombak kegiatan pengumpulan data, bersama dengan enumerator. Setiap anggota tim yang bekerja sebagai pengumpul data survei harus mampu melakukan pemeriksaan gigi dan mulut pada sampel secara konsisten. Apabila dalam survei dasar kesehatan gigi melibatkan banyak anggota tim sebagai pemeriksa, maka setiap pengumpul data perlu distandardisasi melalui suatu kegiatan pelatihan, dikalibrasi satu sama lain serta dikalibrasi oleh seorang “gold standard”.
Sebelum melakukan pengumpulan data survei, tim pengumpul data mengikuti pelatihan kalibrasi guna memastikan pengumpul data dapat memeriksa secara konsisten, baik untuk keseragaman interpretasi, pemahaman, kriteria dari penyakit dan kondisi yang akan diobservasi serta dicatat. Walaupun para pemeriksa dapat berbeda dalam memberikan penilaian status kesehatan gigi dan mulut inidividu, mereka harus mendekati satu sama lainnya dalam menilai status suatu kelompok masyarakat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian dari satu pemeriksa dengan pemeriksa lainnya adalah faktor fisik dan psikologis seperti keletihan, perbedaan ketertarikan dalam penelitian, sulit mengambil keputusan serta variasi dalam penglihatan dan perabaan. Faktor tersebut dapat mempengaruhi penilaian dari waktu ke waktu sampai pada tingkat yang berbeda-beda.
Para pengumpul data tersebut (enumerator) akan dilatih dalam suatu pelatihan Enumerator Survei Kesehatan Gigi dan Mulut Terintegrasi Riskesdas terstandar yang akan diampu oleh pelatih nasional yang telah mengikuti TOT. Pelatihan enumerator adalah pelatihan yang diselenggarakan oleh PPSDM (Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan) sebagai pelatihan mengkalibrasi keterampilan enumerator dalam melakukan pemeriksaan gigi mulut dalam kegiatan Riskesdas 2018. Setelah mengikuti pelatihan ini secara umum diharapkan peserta mampu melakukan peran dan fungsi sebagai enumerator Riskesdas-Gigi dan Mulut. Secara khusus, peserta dapat:
- Menjelaskan konsep dasar Riskesdas Kesgilut 2018
- Menjelaskan metodologi dan sampling yang digunakan dalam Riskesdas-Gigi dan Mulut
- Menjelaskan struktur organisasi survei, pengaturan SDM dan alur kegiatan
- Menjelaskan dasar-dasar pemeriksaan klinis gigi dan mulut menggunakan form WHO yang telah dimodifikasi
- Melakukan kalibrasi pemeriksa dengan menggunakan 3 metode : gambar dalam slide, model gigi, dan pasien standar
- Menjelaskan konsep integrasi pemeriksaan gigi dengan pemeriksaan biomedis
- Menjelaskan manajemen data dan rencana aplikasi dental record
- Melakukan pemeriksaan gigi dan perhitungan kesesuaian/kesepakatan
Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Jakarta pada bulan Maret melaksanakan pelatihan selam 4 hari efekif sebanyak 23 angkatan dengan jumlah peserta latih seluruhnya yang sudah dilatih 689 orang. Sasaran peserta latih adalah dokter Gigi yang telah ditetapkan/ditunjuk oleh PDGI bersama dengan Litbangkes Kementerian Kesehatan.
Penutup
Filosofi pengembangan SDM yaitu bahwa setiap orang atau tenaga kesehatan perlu adanya “refreshing” atau pencerahan terhadap pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas sesuai bidang tugasnya. Hal ini adalah wajib dilakukan sejalan dengan UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 pasal 70, sebagai berikut: (1) Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi; (2) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Daftar Referensi
- Astuti, Indriyani, 31 Januari 2018, Kesehatan Gigi Masuk Riskesdas 2018, http://mediaindonesia.com/, diunduh Mei 2018
- Satuan Acara Pembelajaran Pelatihan Exeminer Enumerator Riset Kesehatan Dasar Gigi dan Mulut 2018, https://id.scribd.com/document/368736257/SAP-Peran-Stakeholder-Dalam-Riskesdas-2018, diunduh Mei 2018
- Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, http://www.depkes.go.id/, diunduh Mei 2018
- Kerangka Acuan Pelatihan Enumerator Kesehatan Gigi dan Mulut Terintegrasi Riskesdas Tahun 2018.