Menjaga Eksistensi Diri seorang Widyaiswara melalui Pengembangan Kompetensi
Oleh: Deviana, SKM, M. Kes
Widyaiswara Ahli Madya, BBPK Jakarta
Menjaga Eksistensi Diri seorang Widyaiswara melalui
Pengembangan Kompetensi (Liputan singkat ‘Workshop Training Toolbox’)
Pengembangan kompetensi merupakan hak setiap ASN yang menjadi tuntutan lingkungan strategis, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi dan peningkatan daya saing suatu bangsa, serta harapan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang terus meningkat sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat. ASN merupakan unsur penting dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan dan berperan sebagai ‘mesin penggerak birokrasi’, yang dapat menggerakkan sumber daya yang ada untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan.
Dalam rangka mewujudkan pemerintahan berkelas dunia (World Class Government) tahun 2025, ASN dituntut memiliki wawasan global, memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. Sebagai pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik, tentu kualitas aparatur pemerintahan merupakan salah satu faktor kunci yang sangat mempengaruhi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS menyatakan bahwa ASN merupakan bagian penting dari upaya pemerintah dalam melaksanakan reformasi birokrasi. ASN yang profesional, berintegritas tinggi, dan mempunyai kompetensi merupakan satu kesatuan pilar penopang terwujudnya pemerintahan berkelas dunia.
Mengapa Widyaiswara harus selalu mengembangkan kompetensinya?
Sudah menjadi suatu keharusan bagi seorang pelatih yang notabene adalah Widyaiswara, untuk meng-update-dirinya agar mampu menjalankan profesinya, dengan tidak semata-mata bermodalkan dirinya dengan keilmuan yang diperolehnya selama menjalani pendidikan
formal atau pelatihan tambahan yang diperolehnya sewaktu akan menjadi seorang widyaiwara. Kompetensi seorang pelatih sangat menentukan keberhasilannya dalam mengantarkan peserta latihnya untuk memperoleh kompetensi yang harus dikuasai untuk setiap materi yang diampunya. Mengingat hal tersebut, tentunya seorang Widyaiswara merupakan seorang ASN yang harus memiliki kemampuan yang handal karena tugas mengampu materi tidak hanya sekedar menyampaikan materi layaknya sebagai sebuah bentuk sosialisasi informasi semata, namun memastikan kemampuan yang akan dipindahkan (transfer) benar-benar pindah kepada peserta latihnya.
Oleh karena itu, pengembangan kompetensi yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, bahwa berdasarkan pasal 21, Widyaiswara merupakan salah satu profesi dari PNS dan berhak memperoleh pengembangan kompetensi. Hal ini dinyatakan pada pasal 70, ayat 1), setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi; ayat 2) pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran; ayat 3) pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Selanjutnya pada pasal 203 ayat (1), pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier.
Yang dimaksud kompetensi menurut pasal 69 ayat 3) kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: 1. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis; 2. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan; dan 3. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Widyaiswara dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam mengorganisir dinamika kelas. Kompetensi ini akan lebih banyak terlihat ketika dirinya menghadapi suasana pembelajaran yang penuh dengan dinamika yang bisa diprediksi dan juga tidak bisa diprediksi. Perpaduan antara kemampuan dan pengalaman akan menjadi modal utama dalam menghadapi situasi dalam proses pembelajaran dengan berbagai karakteristik peserta latih yang berbeda untuk setiap kelas pada setiap pelatihan.
Tantangan lain dari seorang Widyaiswara adalah menjadi pelatih yang dihormati (respecting trainer). Pelatih yang bisa mendapatkan penghormatan diri, yaitu pelatih yang tidak hanya punya kemampuan teknis yang handal tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang dapat menjadi panutan bagi peserta latihnya. Pelatih harus memiliki filosofi kepelatihannya yang berisi aspek-aspek kepribadian yang mendasari semua tindakan dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pelatih (Widyaiswara). Agar menjadi widyaiswara yang dihargai orang lain, maka seorang Widyaiswara harus memiliki 3 (tiga) aspek penting berikut ini: 1) pengetahuan (knowledge), 2) pengalaman (experience), 3) karakter (character).
Pengetahuan yang harus dimiliki seorang Widyaiswara ibarat dua mata panah yang harus runcing di kedua sisinya, baik itu berupa pengetahuan teknis substansi maupun pengetahuan tentang metodologi melatihnya.
“Pengalaman adalah guru terbaik” merupakan pepatah yang hingga saat ini masih relevan. Pengalaman diri sendiri dan orang lain akan memberikan sebuah pengayaan melalui best practice dan lessont learnt atau mengalami benar dan salah yang akhirnya akan membawa seorang Widyaiswara menemukan filosofi kepelatihannya sendiri, yang secara otomatis akan mempertemukannya dengan strategi andalannya dalam melatih. Kemampuan yang diperoleh Widyaiswara dalam mengatasi berbagai masalah teknis dan non teknis selama melaksanakan tugas melatih itulah yang dinamakan the art of training.
Karakter, mengandung arti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam dunia kewidyaiswaraan selalu ada unsur yang mengandung nilai positif yang harus selalu diketengahkan dan otomatis akan membentuk kepribadian yang kuat dalam melakukan pembelajaran. Mengerti akan karakteristik kelompok peserta akan membantu banyak dalam menghadapi peserta selama proses pembelajaran. Kepribadian seorang Widyaiswara dapat membentuk kepribadian peserta latihnya melalui ucapan, perbuatan dan ketulusan hatinya.
Bagi Widyaiswara, sejumlah cara kreatif dalam mengajar perlu dirancang. Hal tersebut penting karena cara mengajar, erat kaitannya dengan hasil pembelajaran. Dengan kata lain, para trainer selalu ditantang untuk mampu berpikir kreatif dalam menyusun skenario dan metode mengajar. Tujuannya jelas, mereka harus mampu membuat peserta (audiens) dapat menangkap materi yang disampaikan secara maksimal.
Pengembangan Kompetensi Melatih para Widyaiswara BBPK Jakarta
Sumber Daya Manusia merupakan satu-satunya aset yang perlu mendapat perhatian serius dalam era persaingan yang semakin ketat dan semakin berkembang saat ini. Sebagai upaya untuk senantiasa memperhatikan pengembangan kompetensi pegawainya, salah satunya Widyaiswara, pada tanggal 18 dan 20 Desember 2019 BBPK Jakarta memfasilitasi para Widyaiswara untuk mengikuti kegiatan Workshop Trainer Toolbox bersama Bapak Andrias Harefa dari PT Mitra Pembelajar. Workshop diselenggarakan di Auditorium Garuda, Kampus Cilandak, dengan tujuan membekali Widyaiswara, agar sebagai seorang pelatih dapat menjaga eksistensinya di bidang tugasnya melatih.
Trainer Toolbox berupa kartu yang didisain sedemikian rupa, yang secara khusus dirancang untuk meningkatkan kompetensi peserta dalam hal melakukan pembelajaran (delivery) secara kreatif. Trainer Toolbox ini dikemas dalam 4 (empat) tools berisi tentang: 1) Appetizer, yaitu kegiatan kreatifitas yang dilakukan di awal pelatihan (misal: slogan/yel-yel, ice breaking/warm up, dst); 2) Main Course, yaitu kegiatan kreatifitas yang dilakukan di tengah pelatihan, 3) Dessert, yaitu kegiatan kreatifitas yang dilakukan di akhir pelatihan, dan 4) All Time, yaitu kegiatan kreatifitas yang bisa dilakukan kapanpun. Masing-masing tools terdiri dari banyak kartu yang berisi tentang cara trainer melakukan kegiatannya.
Disamping ilmu yang didapatkan dalam mempelajari trainer toolbox, adalah The 5 (five) Elements of PAKAR.
1. Positif terhadap audiens (person-centered), positif terhadap diri sendiri, positif terhadap profesi, positif
terhadap organisasi, juga terhadap produk dan konsumen yang dilayani.
2. Aktif, aktivitas adalah inti pelatihan yang membuat peserta terlibat dan berpartisipasi dalam proses belajar. Makin terlibat peserta, makin banyak yang mereka pelajari.
3. Komunikatif, menyangkut soal Ethos, Pathos, dan Logos yang menyatu secara total dan diekspresikan melalui bahasa tubuh (aspek visual), variasi suara (vocal), dan diksi (verbal).
4. Aplikatif, pelatihan yang baik harus mengandung penerapan praktis dalam konteks nyata (relevan). Mengetahui saja tidak cukup, pengetahuan harus bisa diterapkan.
5. Rekreatif, yakni menciptakan dan menjaga suasana belajar yang serius tapi santai dan menyenangkan adalah tanggung jawab seorang trainer. Otak bekerja maksimal kalau manusia rileks dan gembira.
Selanjutnya tak kalah menariknya ada 8 (delapan) etos guru yang sejalan dengan uraian di atas tentang adanya karakter yang harus dimiliki oleh Widyaiswara yang dipraktikkan melalui gerakan asosiasi untuk memudahkan peserta mengingat 8 etos tersebut. Berikut adalah 8 etos keguruan dimaksud:
1. Karena mengajar adalah rahmat, aku mengajar dengan ikhlas, penuh syukur
2. Karena mengajar adalah amanah, aku mengajar dengan benar penuh tanggung jawab
3. Karena mengajar adalah panggilan, aku mengajar dengan tuntas penuh integritas
4. Karena mengajar adalah aktualisasi diri, aku mengajar dengan serius dan penuh semangat
5. Karena mengajar adalah ibadah, aku mengajar dengan cinta, penuh dedikasi
6. Karena mengajar adalah seni, aku mengajar dengan cerdas penuh kreatifitas
7. Karena mengajar adalah kehormatan, aku mengajar dengan tekun penuh keunggulan
8. Karena mengajar adalah pelayanan, aku mengajar sebaik-baiknya penuh kerendahan hati
Semoga dapat direalisasikan guna meningkatkan profesionalitas Widyaiswara dalam kegiatan Dikjartih.
Referensi
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
6. Bahan Workshop Trainers Toolbox